Proses pembelajaran,sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 wacana Standar Proses Pendidikan Dasardan Menengah,sepenuhnyadiarahkan pada pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan menerapkan beberapa model pembelajaran diantaranya pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk memahami model ini dan penerapannya pada pembelajaran Matematika SMP/MTs, silahkan Anda mencermati uraian memberikankut dan mendiskusikannya.
A. DEFINISI DAN KONSEP DL
1. Definisi Discovery Learning
Discovery Learningadalahproses pembelajaran yang atter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar inspirasi Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam berguru di kelas.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning ludang keringh menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery problem yang diperhadapkan kepada siswa semacam problem yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam problem itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving ludang keringh memmemberikan tekanan pada kemampuan menuntaskan masalah. Akan tetapi prinsip berguru yang nampak terperinci dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan inovasi diri individu yang bersangkutan. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi berguru yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya mendapatkan informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
2. Konsep
Dalam Konsep Belajar, bahwasanya Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang sanggup memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner wacana kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery ialah pembentukan kategori- kategori, atau ludang keringh sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem- sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori mencakup mengidentifikasi dan menempatkan contoh- referensi (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan memakai dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa sanggup melaksanakan eksplorasi, penemuan- inovasi baru yang belum dikenal atau pengertian yang ibarat dengan yang sudah diketahui. Lingkungan ibarat ini bertujuan semoga siswa dalam proses berguru sanggup berjalan dengan baik dan ludang keringh kreatif.
Untuk memfasilitasi proses berguru yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi materi pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melaksanakan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak memakai pengetahuan motorik, contohnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak berguru melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah bisa mempunyai ide-ide atau gagasan- gagasan abnormal yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak berguru melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dalam Discovery Learning materi asuh tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan materi serta menciptakan kesimpulan-kesimpulan.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memmemberikankan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada jadinya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning berdasarkan Bruner ialah hendaklah guru memmemberikankan kesempatan kepada pelajar dan siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau pakar matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswaakan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang memberi manfaat bagi dirinya.
B. LANGKAH OPERASIONAL DL DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas ialah sebagai memberikankut:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa mekanisme yang harus dilaksanakan dalam kegiatan berguru mengajar secara umum sebagai memberikankut.
a. Stimulation (stimulasi/pemmemberikanan rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang mengakibatkan kudang keringngungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memmemberikan generalisasi, semoga timbul impian untuk menilik sendiri.Disamping itu guru sanggup memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, proposal membaca buku, dan acara berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup menyebarkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.Dalam hal ini Bruner memmemberikankan stimulation dengan memakai teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memmemberikan stimulus kepada siswa semoga tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi sanggup tercapai.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya ialah guru memmemberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda problem yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (tpendapatan sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan berdasarkan permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai tpendapatan sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memmemberikankan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berkhasiat dalam membangun siswa semoga mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data)
Kadab eksplorasi berlangsung guru juga memmemberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk mentpendapat pertanyaan atau mengambarkan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik dimemberikan kesempatan untuk mengumpulkan (collection) banyak sekali informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini ialah siswa berguru secara aktif untuk menemukan sesuatu yang bekerjasama dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan problem dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, tiruananya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswaakan mendapatkan pengetahuan gres wacana alternatif tpendapatan/ penyelesaian yang perlu menerima pembuktian secara logis
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jikalau guru memmemberikankan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, hukum atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terberlalu dan silam itu kemudian dicek, apakah tertpendapat atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan ialah proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk tiruana insiden atau problem yang sama, dengan memperhatikan hasil dibuktikan (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil dibuktikan maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas arti dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
C. SISTEM PENILAIAN DALAM DL
Dalam Model Pembelajaran Discovery, pepenilaianan sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes. Sedangkan pepenilaianan yang dipakai sanggup berupa pepenilaianan kognitif, proses, sikap, atau pepenilaianan hasil kerja siswa.Jika bentuk penialainnya berupa pepenilaianan kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery sanggup memakai tes tertulis. Bentuk pepenilaianannya sanggup pula memakai pepenilaianan proses, sikap, atau pepenilaianan hasil kerja siswa.
Daftar Pustaka
Dahar, RW..1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Holiwarni, B., dkk..2008. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota (Laporan Penelitian). Lemlit UNRI, Pekanbaru. /search?q=aplikasi-metode-discovery-learning (23 Mei 2013).
http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-pakar- pdf-d368189396 (23 Mei 2013).
/search?q=aplikasi-metode-discovery-learning (23 Mei 2013)
Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X.
Rizqi.2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).
Syamsudini .2012. Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.
Syah, M.. 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
A. DEFINISI DAN KONSEP DL
1. Definisi Discovery Learning
Discovery Learningadalahproses pembelajaran yang atter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar inspirasi Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam berguru di kelas.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning ludang keringh menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery problem yang diperhadapkan kepada siswa semacam problem yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam problem itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving ludang keringh memmemberikan tekanan pada kemampuan menuntaskan masalah. Akan tetapi prinsip berguru yang nampak terperinci dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan inovasi diri individu yang bersangkutan. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi berguru yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya mendapatkan informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
2. Konsep
Dalam Konsep Belajar, bahwasanya Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang sanggup memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner wacana kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery ialah pembentukan kategori- kategori, atau ludang keringh sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem- sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori mencakup mengidentifikasi dan menempatkan contoh- referensi (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan memakai dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa sanggup melaksanakan eksplorasi, penemuan- inovasi baru yang belum dikenal atau pengertian yang ibarat dengan yang sudah diketahui. Lingkungan ibarat ini bertujuan semoga siswa dalam proses berguru sanggup berjalan dengan baik dan ludang keringh kreatif.
Untuk memfasilitasi proses berguru yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi materi pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melaksanakan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak memakai pengetahuan motorik, contohnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak berguru melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah bisa mempunyai ide-ide atau gagasan- gagasan abnormal yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak berguru melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dalam Discovery Learning materi asuh tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melaksanakan banyak sekali kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan materi serta menciptakan kesimpulan-kesimpulan.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memmemberikankan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada jadinya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning berdasarkan Bruner ialah hendaklah guru memmemberikankan kesempatan kepada pelajar dan siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau pakar matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswaakan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang memberi manfaat bagi dirinya.
B. LANGKAH OPERASIONAL DL DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas ialah sebagai memberikankut:
1. Perencanaan
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan berguru yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, kiprah dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang nyata ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik hingga ke simbolik
g. Melakukan pepenilaianan proses dan hasil berguru siswa
2. Pelaksanaan
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa mekanisme yang harus dilaksanakan dalam kegiatan berguru mengajar secara umum sebagai memberikankut.
a. Stimulation (stimulasi/pemmemberikanan rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang mengakibatkan kudang keringngungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memmemberikan generalisasi, semoga timbul impian untuk menilik sendiri.Disamping itu guru sanggup memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, proposal membaca buku, dan acara berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup menyebarkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.Dalam hal ini Bruner memmemberikankan stimulation dengan memakai teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memmemberikan stimulus kepada siswa semoga tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi sanggup tercapai.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya ialah guru memmemberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda problem yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (tpendapatan sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan berdasarkan permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai tpendapatan sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memmemberikankan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berkhasiat dalam membangun siswa semoga mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data)
Kadab eksplorasi berlangsung guru juga memmemberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk mentpendapat pertanyaan atau mengambarkan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik dimemberikan kesempatan untuk mengumpulkan (collection) banyak sekali informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini ialah siswa berguru secara aktif untuk menemukan sesuatu yang bekerjasama dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan problem dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, tiruananya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswaakan mendapatkan pengetahuan gres wacana alternatif tpendapatan/ penyelesaian yang perlu menerima pembuktian secara logis
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jikalau guru memmemberikankan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, hukum atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terberlalu dan silam itu kemudian dicek, apakah tertpendapat atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan ialah proses menarik sebuah kesimpulan yang sanggup dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk tiruana insiden atau problem yang sama, dengan memperhatikan hasil dibuktikan (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil dibuktikan maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas arti dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
C. SISTEM PENILAIAN DALAM DL
Dalam Model Pembelajaran Discovery, pepenilaianan sanggup dilakukan dengan memakai tes maupun non tes. Sedangkan pepenilaianan yang dipakai sanggup berupa pepenilaianan kognitif, proses, sikap, atau pepenilaianan hasil kerja siswa.Jika bentuk penialainnya berupa pepenilaianan kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery sanggup memakai tes tertulis. Bentuk pepenilaianannya sanggup pula memakai pepenilaianan proses, sikap, atau pepenilaianan hasil kerja siswa.
Daftar Pustaka
Dahar, RW..1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Holiwarni, B., dkk..2008. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota (Laporan Penelitian). Lemlit UNRI, Pekanbaru. /search?q=aplikasi-metode-discovery-learning (23 Mei 2013).
http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-pakar- pdf-d368189396 (23 Mei 2013).
/search?q=aplikasi-metode-discovery-learning (23 Mei 2013)
Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X.
Rizqi.2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).
Syamsudini .2012. Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.
Syah, M.. 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Advertisement